Formulir SPT Masa PPN 1111 untuk Masa Pajak Januari 2011

Guna mengakomodasi ketentuan PPN sesuai dengan UU Nomor 42 Tahun 2009, Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan ketentuan mengenai Formulir SPT Masa PPN baru yang berlaku mulai Masa Pajak Januari 2011, dengan nama Formulir SPT Masa PPN 1111.
Ketentuan dimaksud diatur dengan:
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
Formulir SPT Masa PPN 1111 terbagi menjadi 3 (tiga) jenis SPT Masa PPN yaitu :
1. SPT Masa PPN 1111, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan mekanisme Pajak Masukan dan Pajak Keluaran (Normal), terdiri dari:
a. Induk SPT Masa PPN 1111- Formulir 1111 (F.1.2.32.04); dan
b. Lampiran SPT Masa PPN 1111:
1) Formulir 1111 AB – Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D.1.2.32.07);
2) Formulir 1111 A1 – Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP (D.1.2.32.08);
3) Formulir 1111 A2 – Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09);
4) Formulir 1111 B1 – Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean (D.1.2.32.10);
5) Formulir 1111 B2 – Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11); dan
6) Formulir 1111 B3 – Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12),
2. SPT Masa PPN 1111 DM, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, yang terdiri dari:
a. Induk SPT Masa PPN 1111 DM – Formulir 1111 DM (F.1.2.32.05); dan
b. Lampiran SPT Masa PPN 1111 DM:
1) Formulir 1111 A DM (D.1.2.32.13) – Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak; dan
2) Formulir 1111 R DM (D.1.2.32.14) – Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan JKP oleh PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
3. SPT Masa PPN 1107 PUT, yang digunakan oleh Pemungut PPN.
SPT Masa PPN 1111 dapat berbentuk:
a. Formulir kertas (hard copy); atau
b. data elektronik, yang disampaikan:
1) dalam media elektronik; atau
2) melalui e-Filing.

http://konsultanpajak-aaa.com http://www.konsultan-pajak.co.cc/

Workshop Perpajakan: Memahami Teknis Pemotongan dan Pelaporan PPh Pasal 21


Dalam rangka meningkatkan kemampuan teknis perpajakan sesuai dengan perkembangan terkini, PT SOFTINDO mengundang Bapak/Ibu mengikuti Workshop Perpajakan dengan topik:

MEMAHAMI PEDOMAN TEKNIS PEMOTONGAN & PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BERDASARKAN PER-31/PJ/2009 & PER-32/PJ/2009

5-6 Agustus 2009 | Hotel Bidakara, Jakarta

ABSTRAKSI:

Dari keseluruhan konsep dan perhitungan perpajakan yang ada dalam undang-undang perpajakan kita, PPh Pasal 21 merupakan salah satu jenis pajak yang kompleks dan rumit, karena melibatkan variasi status kepegawaian dan bentuk-bentuk pembayaran kepada pegawai yang terus berkembang sejalan dengan berkembangnya bentuk-bentuk hubungan antara pekerja dan pemberi kerja;
Pada pertengahan tahun ini, Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana diatur dalam PER-31/PJ./2009, yang berlaku surut per 1 Januari 2009. Diikuti dengan diterbitkannya PER-32/PJ./2009 yang mengatur mengenai Bentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 21/26 dan Bukti Potong PPh 21/26, yang berlaku mulai bulan Juli 2009.
Banyak perubahan baik secara teknis maupun administratif yang diatur oleh kedua peraturan tersebut, meliputi metode penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap, pegawai tidak tetap dan bukan pegawai, bentuk formulir SPT Masa dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan tata cara pelaporan PPh Pasal 21.

TUJUAN:

Peserta diharapkan memperoleh pemahaman konseptual dan pemahaman praktis untuk setiap kondisi dan bukan sekedar hafalan berdasarkan contoh-contoh yang sudah ada dalam peraturan pelaksanaan dengan cara menggali kembali hal-hal mendasar yang merupakan pedoman utama dalam aspek pemotongan PPh Pasal 21.

MATERI:

Hari Pertama:
08.00-09.00 Registrasi dan Coffee Morning
09.00-12.00 Pengertian dan Istilah: Pemotong PPh Pasal 21/26, Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21/ 26, Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21/26
12.00-13.00 Ishoma
13.00-15.30 Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap untuk: Bulanan/Masa dan Akhir Tahun, Mulai Bekerja Berhenti Bekerja, Pindah Tugas di Tahun Berjalan;
15.30-15.45 Coffee Break
15.45-17.00 Diskusi dan Studi Kasus
Hari Kedua:
08.00-09.00 Registrasi dan Coffee Morning
09.00-12.00 Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tidak Tetap (Upah Harian/Bulanan), Bukan Pegawai (Tenaga Ahli, Selain Tenaga Ahli dan Peserta Kegiatan)
12.00-13.00 Ishoma
13.00-15.30 Tata Cara Pengisian dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 untuk Bulan Berjalan dan Akhir Tahun
15.30-15.45 Coffee Break
15.45-17.00 Diskusi dan Studi Kasus

INSTRUKTUR, WAKTU DAN TEMPAT:

Pembicara : Ardhie Widyantho Sumarso, SE, BKP
Tanggal : 5-6 Agustus 2009
Tempat : Hotel Bidakara, Ruang Nakula
Jl. Gatot Subroto, Jakarta
Biaya : Rp1.600.000/Orang

INFORMASI & REGISTRASI:

Sdr. Deddy Sukmana
Telp. 021-80875969, 021-92532813
Fax  021-80876123
 

konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.wordpress

 

 

SPT Masa dan Bukti Potong PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Juli 2009

Dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Bentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 21/26, pemotong PPh pasal 21/26 pada laporan masa pajak Juli 2009 harus sudah menggunakan formulir baru ini beserta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya.

Berdasarkan Peraturan ini, bentuk formulir SPT Masa PPh 21/26 dengan kode formulir 1721 terdiri dari :

1. Form. 1721, yang merupakan Induk SPT Masa PPh Pasal 21/26.

2. Form. 1721-T, yang wajib dilampirkan pada Masa Pajak Juli 2009 atau dilampirkan pada saat pertama kali wajib pajak berkewajiban menyampaikan SPT Masa PPh 21/26.

3. Form. 1721-I, wajib disampaikan hanya pada Masa Pajak Desember.

4. Form. 1721-II, wajib disampaikan hanya pada saat ada Pegawai Tetap yang keluar dan/atau ada Pegawai Tetap yang masuk dan/atau ada Pegawai yang baru memiliki NPWP.

5. Form. 1721-A1 dan 1721-A2, Pemotong Pajak tidak perlu menyampaikan formulir 1721-A1/A2 sebagai lampiran dari SPT Masa PPh Pasal 21/26, namun wajib memberikan bukti pemotongan 1721-A1/A2 kepada Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua/Jaminan Hari Tua maupun kepada Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pensiunannya.

6. Form. Bukti Potong PPh Pasal 21 Final dan Bukti Potong PPh Pasal 21/26 Tidak Final.

7. Form. Daftar Bukti Potong PPh Pasal 21/26 Final dan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 21/26 Tidak Final.

Formulir 1721 Format Excel

konsultanpajak-aaa.com konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.wordpress


Juklak UU PPh 2008

  1. Peraturan Menteri Keuangan No. 210/PMK.03/2008, Tgl.22 Desember 2008 Tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 Tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporannya.
  2. Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK.03/2008, Tgl.16 Desember 2008 Tentang Penetapan Organisasi-Organisasi Internasional Dan Pejabat-Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan
  3. Peraturan Menteri Keuangan No.244/PMK.03/2008, Tgl. 31 Desember 2008 Tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf C UU PPh.
  4. Peraturan Menteri Keuangan No. 245/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Badan- Badan Dan Orang Pibadi Yang Menjalankan Usaha Mikro Dan Kecil Yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, Atau Sumbangan Yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan
  5. Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan
  6. Peraturan Menteri Keuangan No. 247/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Bantuan Atau Santunan Yang Dibayarkan Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kepada Wajib Pajak Tertentu Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan
  7. Peraturan Menteri Keuangan No. 248/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Amortisasi Atas Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Tak Berwujud Dan Pengeluaran Lainnya Untuk Bidang Usaha Tertentu
  8. Peraturan Menteri Keuangan No. 249/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu
  9. Peraturan Menteri Keuangan No.250/PMK.03/2008 tgl 31 Desember 2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan
  10. Peraturan Menteri Keuangan No. 251/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan yang Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang Tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23
  11. Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
  12. Peraturan Menteri Keuangan No. 253/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah
  13. Peraturan Menteri Keuangan No. 254/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan
  14. Peraturan Menteri Keuangan No. 255/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
  15. Peraturan Menteri Keuangan No. 256/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Penetapan Saat Diperolehnya Deviden Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek
  16. Peraturan Menteri Keuangan No. 257/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap
  17. Peraturan Menteri Keuangan No. 258/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan Atau Pengalihan Saham Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 18 Ayat (3c) Undang Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri

konsultanpajak-aaa.com konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.wordpress

 

Fiskal Luar Negeri

Ketentuan Fiskal Luar Negeri diatur di Pasal 25 ayat (8) UU PPh :

Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri, wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25 itu sendiri merupakan bagian dari cicilan pajak tahun berjalan. Cicilan pajak yang wajib disetor setiap bulan oleh Wajib Pajak ke Kas Negera disebut PPh Pasal 25. Tetapi ada cicilan pajak yang sifatnya insidentil yang dibayar pada waktu kita akan berangkat ke luar negeri. Jika dulu, semua perjalanan wajib bayar Fiskal Luar Negeri [darat, udara, dan laut] maka sekarang perjalanan ke luar negeri lewat darat tidak perlu bayar fiskal.

Sekarang tarif Fiskal Luar Negeri menjadi Rp.2.500.000,00 [dua juta lima ratus rupiah]. Fiskal Luar Negeri sebesar ini wajib dibayar bagi mereka yang ke Luar Negeri lewat udara. Sedangkan bagi mereka yang pergi lewat laut wajib bayar Rp.1.000.000,00 [satu juta rupiah].

konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.wordpress


Perhitungan PPh Pasal 21 dengan Running System

Dengan berlakunya UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 mulai 1 Januari 2009, penghitungan PPh Pasal 21 mengalami perubahan signifikan, seperti PTKP, dan tarif PPh 21, serta tidak ada lagi pelaporan SPT PPh 21 Tahunan.

Selama ini, penghitungan PPh Pasal 21 masa bersifat sementara dan menggunakan nilai penghasilan setahun yang bersifat estimasi atau perkiraan. Sedangkan penghitungan tahunan merupakan pajak yang sesungguhnya atas seluruh penghasilan yang diterima oleh masing-masing pegawai. Dengan demikian potensi perbedaan penghitungan masa dengan tahunan sangat mungkin terjadi. Perbedaan ini dapat menimbulkan lebih bayar maupun kurang bayar.

Timbulnya lebih bayar terjadi karena penyetoran PPh Pasal 21 setiap bulan ternyata melebihi PPh Pasal 21 Tahunan. Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya lebih bayar ini adalah berfluktuasinya penghasilan teratur dan pegawai yang berhenti bekerja dalam tahun berjalan.

Timbulnya kurang bayar terjadi karena penyetoran PPh Pasal 21 setiap bulan ternyata kurang dari PPh Pasal 21 Tahunan. Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya kurang bayar ini adalah adanya komponen penghasilan yang tidak dimasukan dalam penghitungan bulanan. Jika kurang bayar yang terjadi relatif kecil biasanya tidak menimbulkan masalah namun jika kurang bayar yang terjadi jumlahnya sangat material maka otoritas pajak dapat saja melakukan pemeriksaan dengan alasan bahwa yang bersangkutan tidak menjalankan kewajiban perpajakannya dengan benar.

Salah satu cara yang digunakan agar penghitungan PPh Pasal 21 Masa dan Tahunan tidak berbeda adalah dengan menggunakan sistem running yaitu sistem penghitungan PPh Pasal 21 Masa dengan mengestimasikan penghasilan berdasarkan penghasilan kumulatif. Dengan sistem ini penghitungan PPh Pasal 21 memperhatikan jumlah secara akumulasi setiap bulan.

Untuk memperoleh penghitungan sementara (bulanan) yang jumlah kumulatifnya sama dengan penghitungan tahunan, maka dalam menentukan nilai estimasi penghasilan setahun pada suatu bulan harus juga memperhitungkan penghasilan masa sebelumnya.

Estimasi penghasilan netto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan netto dengan Estimasi masa kerja setahun per realisasi masa kerja.

Penghitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan sistem running bersifat pengembangan dari contoh yang ada pada PER-31/PJ/2009. Hal ini ditujukan agar akumulasi cicilan PPh Pasal 21 yang dihitung setiap bulan sama dengan penghitungan tahunan.

Sistem ini memiliki keterbatasan yaitu PPh Pasal 21 akan tetap lebih bayar untuk kasus pegawai tetap yang berhenti bekerja pada tahun berjalan.

konsultanpajak-aaa.com konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.wordpress

 

Tarif PPh Pasal 23 atas Sewa dan Jasa Menjadi 2%

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan telah berlaku per 1 Januari 2009. Dalam UU PPh yang baru ini, banyak sekali ketentuan yang telah mengalami perubahan, salah satunya yang berhubungan dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 23.

Dalam Pasal 23 UU Nomor 36 Tahun 2008 mengatur mengenai pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan yang diterima oleh penerima penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (kecuali yang telah dikenai PPh Final serta imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang wajib dilakukan oleh pihak yang membayarkan penghasilan tersebut.

Untuk penghasilan atas dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, bonus (dan sejenisnya), dalam UU PPh yang baru ini besarnya tarif pemotongan adalah tetap, yaitu sebesar 15% dari jumlah bruto penghasilan.

Untuk sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (kecuali yang telah dikenai PPh Final) dan penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21, besarnya tarif pemotongan adalah 2% dari jumlah bruto penghasilan tersebut.

Namun, sampai hari ini, Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur lebih lanjut pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 belum diterbitkan, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan bagi Wajib Pajak yang melakukan kewajiban pemotongan atas penghasilan tersebut, antara lain mengenai formulir bukti pemotongan yang digunakan, obyek pajak yang termasuk jasa lain, jasa konstruksi, dll

konsultanpajak-aaa.com konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.wordpress

Pinjam Bendera Dalam Kaca Mata Pajak

UU perpajakan pada prinsipnya tidak terlalu menekankan permasalahan pada legal atau tidaknya suatu transaksi bisnis sesuai ketentuan hukum yang berlaku. UU pajak yang berlaku sekarang ini sepertinya lebih menekankan pada pertanyaan utama, yaitu apakah dalam transaksi bisnis tersebut terdapat Objek Pajak atau tidak. Artinya, jika dalam suatu aktivitas bisnis terdapat Objek Pajak kemudian kewajiban perpajakan atas Objek Pajak tersebut telah dilakukan dengan benar dan sesuai ketentuan, maka legal atau tidaknya transaksi tersebut tidak terlalu dipermasalahkan.

Dalam pajak, semua transaksi harus dibuktikan secara legal dan dengan pembuktian/pencatatan yang sesuai antara formal dan material. Dalam transaksi pinjam meminjam bendera otoritas pajak acapkali menganggap aliran kas yang sudah masuk ke rekening perusahaan adalah sebagai pendapatan, sedangkan biaya yang dikeluarkan bila tidak dibuktikan secara legal/formal kemungkinan tidak diakui.

Selain dapat menimbulkan masalah pajak, transaksi peminjaman bendera ini juga dapat menimbulkan masalah hukum. Contohnya jika transaksi tersebut dimanfaatkan untuk hal-hal negatif atau melanggar hukum. Dalam hal ini pihak yang harus bertanggung jawab adalah pihak yang mempunyai izin.

Untuk meminimalisir hal-hal tersebut di atas, maka hal yang perlu dilakukan antara lain adalah membuat kontrak baru yang melibatkan tiga pihak, atau kontrak dua pihak perusahaan yang melakukan subkontrak dengan pihak yang melakukan pekerjaan sesungguhnya.

konsultanpajak-aaa.com konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.wordpress

 

Kondisi Subjektif Perhitungan PPh Pasal 21

Untuk menghitung PPh Pasal 21 yang terutang dalam satu bulan terlebih dahulu kita harus mencari jumlah penghasilan netto setahun atau disetahunkan. Hal itu perlu dilakukan karena PTKP khususnya untuk penghitungan PPh Pasal 21 terutang pegawai tetap tidak mengenal istilah PTKP per bulan. Artinya, walaupun pegawai tetap yang bersangkutan hanya menerima penghasilan selama tiga bulan saja dalam setahun maka PTKP-nya tetap dihitung satu tahun. Oleh karena itu penghasilan netto-lah yang harus dihitung selama setahun atau disetahunkan dan setelah itu baru dikurangi dengan PTKP setahun lalu dihitung PPh Pasal 21 terutangnya dengan menggunakan tarif pasal 17 UU PPh. PPh Pasal 21 Terutang Setahun pada akhirnya tetap harus disesuaikan kembali dengan jumlah bulan sebenarnya untuk memperoleh PPh Pasal 21 Terutang Sebulan.

Akurasi penghitungan PPh Pasal 21 sangat dipengaruhi oleh kondisi subjektif dari masing-masing pegawai tetap baik itu untuk penghitungan sementara/bulanan maupun penghitungan sebenarnya/tahunan yaitu pada saat kita akan menentukan besarnya penghasilan netto setahun/disetahunkan dan menentukan besarnya PPh Pasal 21 terutang.

Pada umumnya kondisi subyektif pegawai tetap dapat dirinci sebagai berikut :

1. Pegawai tetap WNI/Lokal yang kewajiban pajak subjektif dan objektifnya sudah ada pada awal tahun

Pegawai tetap dengan kondisi ini diasumsikan akan terus berada di Indonesia dan bekerja sampai akhir tahun meskipun realisasinya belum tentu demikian. Dengan asumsi tersebut maka kewajiban pajak subjektifnya dianggap satu tahun penuh sehingga berhak atas PTKP sebagai pengurang yang juga setahun penuh.

Pegawai yang termasuk dalam kategori ini antara lain :

a. Pegawai Tetap yang Bekerja Satu Tahun Penuh

b. Pegawai Tetap yang berhenti bekerja dalam tahun berjalan

c. Pegawai Tetap yang dipindahkan ke Kantor Pusat atau Cabang Lainnya

d. Pegawai Tetap pindahan dari Pusat atau Cabang lainnya dari pemberi kerja yang sama atau pindahan dari pemberi kerja/ perusahaan yang berbeda yang membawa Formulir 1721 A1 dari pemberi kerja/perusahaan yang lama

2. Pegawai tetap WNI/Lokal yang kewajiban pajak subjektif sudah ada pada awal tahun namun kewajiban pajak objektifnya baru ada setelah awal tahun

Pegawai tetap dengan kondisi ini diasumsikan akan terus berada di Indonesia dan bekerja sampai akhir tahun meskipun realisasinya belum tentu demikian. Dengan asumsi tersebut maka kewajiban pajak subjektifnya dianggap satu tahun penuh sehingga berhak atas PTKP sebagai pengurang yang juga setahun penuh.

Pegawai yang termasuk dalam kategori ini adalah Pegawai Tetap yang baru masuk kerja pada tahun berjalan dan sebelumnya tidak bekerja.

3. Pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektif dan objektif baru ada setelah awal tahun, atau kewajiban pajak subjektifnya berakhir sebelum akhir tahun

Pegawai tetap dengan kondisi ini kewajiban pajak subjektifnya tidak setahun penuh.

Bagi mereka yang kewajiban pajak subjektifnya tidak setahun penuh mestinya tidak berhak atas hak PTKP selama satu tahun namun mengingat PTKP khususnya untuk penghitungan PPh Pasal 21 terutang pegawai tetap tidak mengenal istilah PTKP per bulan maka perlu dilakukan penyesuaian dalam penghitungan PPh Pasal 21 yang dikenal dengan istilah “Disetahunkan”.

Pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektif dan objektif baru ada setelah awal tahun adalah Pegawai Tetap WNA/Ekspatriate yang baru masuk kerja di tengah tahun. Sedangkan pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya berakhir sebelum akhir tahun adalah Pegawai Tetap yang meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

konsultanpajak-aaa.com konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.wordpress

 

Sewa Ruangan di Hotel

Ketentuan pemajakan atas hotel diatur secara tersendiri dalam Undang-undang Pajak Daerah dan ketentuan pelaksanaannya. Pada prinsipnya, hotel dilekati kewajiban pajak daerah yang disebut dengan pajak hotel. Sesuai Pasal 38 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001, Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran, termasuk:

a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek;

b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan;

c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum;

d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa persewaan ruangan untuk kegiatan acara -termasuk rapat-, adalah Objek Pajak hotel. Oleh karena telah ditentukan sebagai Objek Pajak hotel, maka sewa ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan tidak dilekati lagi dengan kewajiban pajak yang lain. Dalam hal ini, pihak yang memanfaatkan pelayanan hotel, yaitu perusahaan Ibu, tidak memiliki kewajiban untuk memotong/memungut Pajak Hotel atas pembayaran yang diberikan kepada hotel. Dalam hal ini, pihak yang berwenang untuk memungut Pajak Hotel adalah pihak penyelenggara hotel yang secara umum dapat diartikan sebagai pengusaha hotel itu sendiri. Pajak Hotel yang terutang, dipungut di wilayah tempat hotel berlokasi.

Kondisinya akan berbeda apabila penyewaan ruangan tersebut bersifat permanen atau tetap seperti halnya pertokoan atau perkantoran yang dipergunakan oleh umum di hotel. Sesuai Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001, pertokoan atau perkantoran yang dipergunakan oleh umum di hotel tidak termasuk Objek Pajak Hotel. Dalam hal ini, Objek Pajak yang timbul adalah Objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final.

konsultanpajak-aaa.com konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.wordpress